Minggu, 11 Juli 2021

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

 

الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، أمرنا بتقواه والتحدثِ بنِعمِهِ، فقال: ﴿وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ﴾ [المائدة: 7]، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أعظم من صبرَ على البلاء، وأعظمُ من شكر عند النعماء، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبِعه، وسلم تسليمًا كثيرًا إلى يوم الدين، أمَّا بعد:

الله أكبر، الله أكبر لا إله إلا الله، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

Matahari yang baru saja terbit di pagi hari ini menjadi pertanda bagi keutamaan dan keagungan hari-hari dalam setahun. Allah SWT memandangnya sebagai hari besar. Nabi saw pernah bersabda,

إنّ أعظم الأيّام عند الله تبارك وتعالى يوم النّحر

“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah hari Nahar.” (H.R. Abu Daud, Al-Nasai, Ahmad)

Idul Adha berlalu bersama hari raya haji pada tahun ini, dan kita berada dalam suasana pandemi berkepanjangan, maka sebagai umat Muslim kita hendaknya bergembira dan memperbaharui taubat, dan meramaikan hari-harinya dengan penuh ketaatan, khususnya dengan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban, zikir, takbir dan silaturahim. Dengan begitu kita berharap tetap terjaga dari menyebarnya permusuhan.

Pelbagai hari raya pernah dilalui Nabi saw dalam kondisi yang sangat sulit, di medan perang, juga ujian-ujian. Beliau menemukan peperangan itu sebelum hari raya, dan setelah itu beliau bergembira dengan datangnya hari raya.

 

قال أَنَس رضي الله عنه: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ص الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان؟ قالوا: كنّا نلعب فيهما فى الجاهليّة، فقال رسول الله ص: «إِنَّ الله قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah saw tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Idul Adha) dan hari raya Idul Fithri.” (H.R. Abu Daud, Al-Nasai)

قال النبي ص عن أيام التشريق: إنها أيّام أكل وشرب وذكر اللَّه عزّ وجلّ

Nabi saw bersabda tentang hari-hari Tasyriq, “Sesungguhnya Tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan zikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (H.R. Abu Daud, Al-Nasai, Ahmad)

Sungguh mulia orang yang mau mengagungkan syi’ar agama Allah, meski kondisi dan pandemi demikian adanya. Orang masih berkenan berzikir, mengingat Allah dengan takbir, tahmid dan tahlil di setiap selesai shalat, juga pada pada semua waktu. Sungguh mulia orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, berbuat baik kepada tetangga dan orang-orang  yang fakir maupun miskin di wilayahnya. Sungguh mulia orang yang mampu menjauhi maksiat dan munkarat. Ini semua dilakukan agar menjadi sebab diangkatnya musibah pandemi atas izin dari Allah SWT.

الله أكبر، الله أكبر لا إله إلا الله، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

حدَّثَ البَرَاءُ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: خَطَبَنَا النَّبيُّ ص يَومَ النَّحرِ، فَقَالَ: «إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبدَأُ بِهِ في يَومِنَا هَذَا أَن نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرجِعَ فَنَنحَرَ، فَمَن فَعَلَ ذَلِكَ فَقَد أَصَابَ سُنَّتَنَا...

Al-Bara’ ra mengabarkan bahwa ia berkata, Nabi saw berkhutbah pada hari Nahar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya permulaan dari apa yang kita mulai pada hari raya kita ini adalah hendaknya kita shalat, kemudian pulang lalu menyembelih hewan kurban. Siapa saja yang melakukan hal itu maka ia telah mengikuti sunnah kita.” (H.R. Muttafaqun Alaih)

Yang beruntung pada hari raya ini adalah orang yang memilih hewan kurban yang paling baik, gemuk, mahal harganya dan baik perawakannya. Karena Allah itu baik, tidak menerima suatu amalan melainkan yang baik.

﴿لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التّقوى منكم﴾

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kamu.” (Q.S. Al-Hajj: 37)

Dengan ketaqwaan itulah rahmat akan turun dan marabahaya akan dijauhkan.

﴿ومن يتّق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكّل على الله فهو حسبه إنّ الله بالغ أمره قد جعل الله لكلّ شيء قدرا﴾

Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusannya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (Q.S. Al-Thalaq: 2-3)

 الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله... الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.

Di masa pandemi Covid-19 yang sangat berat saat ini “jiwa berqurban” sangat tepat untuk dikembangkan dalam berbagai kebajikan. Menegakkan disiplin protokol kesehatan, peduli terhadap sesama yang berkekurangan, membantu meringankan para dokter dan tenaga kesehatan, serta mengembangkan kebersamaan dalam mengatasi pandemi merupakan bukti kaum Muslim merealisasikan “jiwa berqurban” dalam kehidupan nyata. Termasuk membagikan daging qurban bagi saudara-saudara kita yang sangat memerlukan.

Esensi qurban adalah menebar kebaikan yang tulus dan bermakna. Suatu saat Nabi saw ditanya: “Wahai Rasulullah, apakah qurban itu?” Beliau menjawab: “Qurban adalah sunnah bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Beliau menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka bertanya lagi: “Kalau bulu-bulunya?” Beliau menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (H.R. Ahmad dan Ibn Majah).

Mari kita wujudkan “jiwa berqurban” dalam segala kebaikan hidup. Lebih-lebih di masa pandemi, banyak orang mengalami penderitaan jiwa, kesehatan, ekonomi, dan lainnya. Satu sama lain harus memiliki jiwa peduli, berbagi, dan beramal kebajikan, lebih-lebih untuk mereka yang membutuhkan.

Mari kita kembangkan solidaritas sosial yang mendorong persaudaraan, toleransi, perdamaian, dan kebersamaan yang tulus sebagai sesama anak bangsa. Mari kita wujudkan kebiasaan gemar menolong, berbagi rezeki, melapangkan jalan orang yang kesulitan, mengentaskan mereka yang lemah, membela orang yang terzalimi, suka meminta dan memberi maaf, mengedepankan kepentingan orang banyak, dan berbagai kebaikan sosial yang utama. Semua kebaikan itu cermin dari ihsan yang diajarkan Allah sebagaimana firman-Nya:

إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. Al-Nahl: 90).

Setiap Muslim hendaknya memberi kebaikan bagi sesama dan kingkungan secara melintasi tanpa diskriminasi. Bangun kebersamaan dengan sesama secara ikhlas dan bermanfaat. Sebagai wujud berqurban bagi kepentingan sesama, setiap muslim sebaliknya menghindarkan diri dari segala bentuk egoisme seperti bertindak semaunya sendiri, tidak mengikuti protokol kesehatan karena merasa diri aman, dan berbuat yang merugikan pihak lain. Jauhi sikap berlebihan dan tamak yang membuat keruskaan di muka bumi, memupuk kekayaan dengan merusak alam dan merugikan masyarakat.

 الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله... الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.

Pasca Idul Adha hendaknya setiap Muslim menyebarluaskan sikap ta'awun dan ukhuwwah serta mempraktikkannya untuk membela kaum lemah, menyadarkan kaum kaya agar mau berbagi, dan menebar kebajikan kepada sesama.

Bukti nyata sikap ta'awun dan ukhuwwah dalam kehidupan sosial ini hendaknya terus berjalan dan menyebarluas sepanjang masa dalam kehidupan sebagai cerminan iman dan ihsan yang merahmati semesta alam. 

Selasa, 23 April 2019

Belajar Kepedulian

Belajar Kepedulian
Oleh: Moh.In’ami
Setiap orang akan menghadapi fase-fase kehidupan yang ada di depannya. Fase itu hadir dan berlalu seiring berjalan dan berputarnya waktu. Tak satupun orang yang mampu menahan, merubah, apalagi melawannya.
Fase kehidupan manusia dan waktu adalah kepastian yang tidak mungkin dihindari oleh manusia dalam ruang dan waktu yang dia berada di dalamnya.
Salah satu fase itu adalah di mana anak manusia sedang menikmati masa-masa kuliah –menjadi mahasiswa. Inilah masa yang indah dalam koridor kemanusiaan. Inilah manusia, dengan segala kemampuan yang ditingkatkan dan diasah,  kritis dan serba ingin tahu.
Fase seorang menjadi mahasiswa merupakan anugerah besar yang diterima tidak oleh semua orang. Hanya mereka yang berkesempatan dan berkeinginan kuatlah yang mendapat label mahasiswa.
Sayangnya, mahasiswa yang telah sampai pada titik puncak keilmuan dan cara berpikir yang radikal lupa dan belum mengasah rasa asanya.
Silakan digunakan parameter berikut untuk melihat bahwa apakah sebagai mahasiswa, seorang manusia telah betul-betul memahami kemanusiaannya;
Pertama, status kehambaan kepada Allah SWT hendaknya selalu diupdate, diperbaharui dan dimantapkan. Ketidak-pedulian terhadap status ini akan menyebabkan seseorang lupa diri dan lupa daratan –bahwa dirinya hanyalah makh-luk biasa dan bukan Tuhan.
Kedua, fungsi kekhalifahan yang tak terelakkan. Fungsi ini menjadikan manusia sibuk dan dinamis dalam mengurus segala bentuk sumber daya alam yang ada, dengan mem-beri perhatian terhadap ekosistem yang ada. Tidak ada suatu tindakan atau perilaku yang diwujudkan manusia melainkan untuk kemaslahatan individu dan lingkungan.
Ketiga, partisipasi diri terhadap komunitas realitasnya. Adanya partisipasi diri ini memberikan indikasi bahwa keterlibatan seorang manusia terhadap dunia nyata dan lingkungan di mana ia hidup dan menjalani kehidupan sehari-hari lebih ia rasakan sebagai hal berharga dan menuntut perhatian lebih ketimbang komunitas di dunia maya. Keberadaan partisipasi dengan dunia nyata menunjukkan adanya rasa peduli dan cerdas dalam empati dan simpati.
Ketiga hal di atas menjadi sarana untuk membangun relasi vertikal dan horizontal kehidupan seorang mahasiswa sebagai manusia adanya. 

Melalui pemaknaan ketiga hal itulah seorang mahasiswa belajar untuk peduli dan memiliki kepedulian terhadap kehidupan realitasnya.

Jumat, 19 April 2019

Menuntut ILMU


Mengejar Ilmu

Menjadi tugas seorang muslim untuk mencari apa yang menjadi kebutuhan; baik lahir maupun batin, fisik maupun non fisik, yang duniawi maupun ukhrawi. Tidak ada jalan untuk menafikan salah satu, apalagi keduanya.
T
Banyak orang yang hadir ke suatu pesantren, karena mereka melihat di sana ada sesuatu yang mereka cari. Banyak orang yang pergi ke kampus, karena mereka memandang di kampus akan ditemukan apa yang mereka cari. Banyak orang yang pergi menuju majelis taklim, tempat kajian, halaqah, atau apapun namanya, mereka beranggapan di tempat-tempat itulah apa yang mereka cari selama ini ada.
Siapa yang menjamin bahwa ilmu bisa datang tanpa dijemput? Siapa yang mengirim ilmu pengetahuan, sementara orang tetap saja duduk dan termenung di rumah? Adakah ilmu yang mendatangi seseorang yang menginginkannya?
Nabi telah memberikan sinyalemen agar setiap orang mau dan bersungguh-sungguh dalam hal menuntut ilmu. Laki-laki ataupun perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, berkulit hitam atau putih, semuanya wajib pergi dan mengejar apa yang oleh dunia disebut sebagai ilmu.

Jumat, 12 April 2019

Membuka Lembaran Baru

Membuka Lembaran Baru

Oleh: Moh.In’ami
Hampir semua orang mengalami apa yang disebut migrasi; baik dalam arti yang sebenarnya maupun dalam makna konotatif. Adanya migrasi menunjukkan dinamika setiap individu dalam kehidupan. Kehidupan individu sebagai manusia yang senantiasai belajar untuk hidup akan terus menerus menemukan salah satu bentuk sisi kehidupan itu sendiri yang bernama migrasi.
Dalam tatanan kehidupan sosial manusia, individu sering kali menghadapi berbagai masalah, kepentingan, reaksi, dan juga inisiasi. Kehadiran individu dalam sebuah sudut masyarakat telah mengindikasikan adanya unsur yang menunjukkan bahwa dirinya telah betul-betul menghadapi realitas yang ada.
Adakah manusia yang mampu melepaskan diri dari watak kehidupan yang selalu menyuguhkan berbagai macam bentuk masalah? Mungkinkah manusia menyadari bahwa dalam dirinya ada tersimpan kepentingan dalam setiap rangkaian kegiatan kehidupan yang ia jalani? Ataukah manusia bertindak dan berbuat hanya berdasarkan stimulan yang muncul di depan mata sehingga yang terlahir adalah tampilan reaktif belaka?
Jangan paksakan diri untuk memenuhi garis-garis dalam suatu lembar kehidupan, sementara lembaran itu telah penuh berisi dan padat oleh kenyataan yang tak pernah berhenti.
Tidak mesti membuka lembaran baru oleh adanya tekanan atau infiltrasi dari pihak luar yang dengan sengaja memberikan dorongan untuk bermigrasi. Tidak mesti membuka lembaran baru oleh adanya kebosanan yang sudah memuncak, hingga titik kulminasi.
Mengapa orang tidak berpikir bahwa lembaran baru itu dibutuhkan untuk sebuah ikhtiar pola pikir, menerobos kejumudan, dan menggilas pola pikir yang stagnan dan statis?
Padahal kehidupan ini terus berjalan dan bergeser, tidak ada yang tetap, utuh dan eksis untuk selamanya. Putaran kehidupan memberikan inspirasi kesadaran bahwa setiap yang hidup pasti akan mati, bahwa yang muda akan tua, bahwa mahasiswa yang masih semester dua akan berangsur-angsur ke semester delapan, dan begitulah seterusnya.
Lembaran baru dalam sebuah kehidupan manusia merupakan perpaduan antara ide gagasan manusiawi dengan ketetapan Tuhan yang berlaku bagi manusia. Tidak ada, hampir bisa dipastikan, manusia yang terbebas dari ketetapan Tuhan.
Siapa yang mampu menghindar dari lembaran-lembaran kehidupan? Siapa yang mempunyai kapasitas membuka lembaran baru? Siapa yang menghamparkan lembaran-lembaran itu dalam kehidupan manusia yang paling privat?
Ujian demi ujian, tantangan demi tantangan, cobaan demi cobaan, datang silih berganti. Dan lembaran-lembaran yang ada telah menjadi saksi sekaligus perekam jejak manusia yang paling valid dan orisinil.
Lembaran baru menjadi sebuah alternatif baru, jalan baru, cara berpikir baru, semangat baru, daya saing baru, cara hidup baru untuk menghadapi masa depan yang tidak dapat diprediksi dan diteropong melalui bidikan masa kini.
Tugas utama manusia adalah mempersiapkan diri untuk masa depan itu. Tidak ada kewenangan manusia untuk mendesain masa depan. Manusia hanya memasuki wilayah perencanaan dan persiapan diri melalui pembekalan diri dan pemaknaan terhadap sinyal-sinyal yang dikirim Tuhan melalui ayat-ayat qauliyah dan kauniyah-Nya. Juga mengambil setiap yang sahih dari petunjuk Nabi saw.
Lembaran baru menjadi sarana amal saleh dan berkreasi dalam koridor mardhatillah. Lembaran baru membuka paradigma berpikir yang lebih luas dan lebih dewasa.
Lembaran baru merupakan bagian dari sunnatullah. Jangan takut untuk melangkah. Kehidupan baru yang membuka harapan dan asa lebih baik.

Minggu, 24 Maret 2019

GURU: Potret Pribadi Mukhlish


Guru Mukhlish
T
ugas seorang guru adalah berat. Tanggungjawabnya juga besar dalam mendidik anak-anaknya. Di lembaga pendidikan manapun dan dengan sebutan apapun, seorang guru tetap saja menjadi parameter bagi para muridnya dalam berbagai hal. Bahkan seorang guru yang menjadi idola akan menjadi rujukan para murid dalam berucap, bersikap, berbuat, berpikir dan mengambil keputusan.
Namanya guru mukhlish. dipanggil demikian karena guru ini tidak menerima honor dari manapun, baik dalam bentuk insentif ataupun sertifikasi guru. Meski demikian, guru ini tidak pernah absen dalam tugasnya sebagai guru. Pun guru ini berkomitmen untuk terus menerus bekerja dalam ranah pendidikan ini hingga akhir hayat.
Di tengah tarik menarik kebutuhan, tuntutan, dan daftar keperluan hidup, berapa banyak dari kalangan guru yang dengan serius dan konsisten menjadi guru mukhlish? Jangan pernah menganggap guru mukhlish sebagai perusak penghasilan para guru lainnya, jangan juga mengolok-olok guru mukhlish yang tidak lagi berpikir materi –sebagaimana guru lainnya.
Tidak hanya guru mukhlish, siapapun yang telah menjadi guru di suatu bidang studi dapat mewujudkan potret diri sebagai seorang guru yang memiliki keikhlasan dan melakukan apa saja dalam konteks pendidikan dengan menjadikan keikhlasan sebagai basis dan landasan. Siapapun berkesempatan untuk merealisasikan keikhlasan itu sebagai manifestasi diri lahir dan batin.
Mungkin Anda seorang penjual kain di sebuah pasar tradisional, tidak ada halangan untuk selalu bertransaksi dan berjual beli secara ikhlas –dan memang agama mengajarkan suka sama suka sebagai bagian dari berdagang islami. Tidak ada paksaan.
Mungkin Anda seorang sopir angkot jurusan Lubuk Buaya-Pasar Raya, dalam setiap memacu mesin kendaraan sepanjang perjalanan ada prinsip keikhlasan yang juga bisa dipraktekkan. Dengan menyadari bahwa menjadi sopir adalah ketentuan yang mesti dijalani dengan baik dan profesional, dan penuh keikhlasan tentunya,
Dalam kehidupan yang serba memungkinkan bagi siapa saja untuk berbuat, bekerja dan berprofesi apa saja itu, manusia dapat memilih jalan hidupnya. Apapun mata pencahariannya orang dapat memposisikan keikhlasan itu dalam sendi-sendi kehidupannya.
Jangan pernah menganggap enteng keikhlasan. Keikhlasan merupakan soal hati, hubungan-nya bersifat vertikal. Dan hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Untuk itulah tidak ada yang secara membabi buta meneriakkan keikhlasan dalam setiap hal yang dikerjakan, pun tidak ada yang menyebutkan keikhlasan itu di depan sesama manusia dalam membuat dan mewujudkan sebuah prestasi kerja dan finishing sebuah amanat yang diemban.
Profil seorang guru mukhlish adalah yang hanya berharap kepada Allah SWT atas apa yang dia usahakan. Haparan yang hanya ditujukan kepada-Nya inilah yang menjadi spirit, pendorong, sekaligus motivasi bagi setiap gerak dan kerja edukatif yang dilakukan. Mengutip sebuah ayat, “Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. 36: 21)
Persoalan yang hari ini banyak dihadapi oleh para pejuang pendidikan dan penyelenggara lembaga pendidikan adalah adanya kecenderungan sebagian orang pada orientasi materil ketimbang destinasi ukhrawi. Dalam ranah pendidikan, seringkali para guru menjadi tidak ikhlas karena ada pembagian yang tidak adil atau tidak seimbang; keikhlasan mereka menjadi terganggu oleh sebab godaan finansial, tuntutan belanja tertier, keperluan primer yang belum sepenuhnya memenuhi standar wajar, dan lainnya.
Keikhlasan seorang guru menjadi teruji oleh aspek-aspek kehidupan yang mengitarinya. Keikhlasan seorang guru dihadapkan pada kenyataan yang tidak dapat dihindari. Keikhlasan seorang guru secara terus menerus menemukan momentumnya untuk senantiasa eksis, komit, dan konsisten.
Bukankah seorang guru mukhlish hendak memberikan contoh sikap dan perilaku bersih dari pujian verbal, pamrih manusiawi, atau sederet motif materil lainnya?! Jika keikhlasan telah tergerus oleh debu hedonis, dan terbawa arus materialis, serta terhempaskan oleh air bah tamak duniawi, maka tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari ikhtiar-ikhtiar edukatif itu melainkan kesibukan dalam formalitas, rutinitas dan aktivitas yang terbungkus rapi dalam tampilan semu, jauh dari ridha Allah Ta’ala. Wal’iyadzu billah.
Wallahu a’lam.

Rabu, 20 Maret 2019

Kerja Tim

Kerja Tim


Dalam sebuah madrasah terdapat banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Kepala Madrasah, guru, dan seluruh elemen lembaga pendidikan. Pekerjaan dapat berupa yang bersifat teknis dan non teknis.

Hampir setiap orang yang ada di lembaga pendidikan disibukkan dengan rutinitas dan pekerjaan yang overload. Selain mengajar, guru dihadapkan pada setumpuk pekerjaan administratif di luar jam mengajar. Selain mengelola, Kepala Madrasah juga bertugas untuk menjadi supervisor, perencana kegiatan, atau pengatur lalu lintas perjalanan dan jam terbang guru.

Sedemikian antri dan padat jadwal masing-masing elemen yang ada di madrasah, yang setiap orang hendaknya mampu memposisikan diri sebagai apa dan berfungsi dalam aspek mana dari sistem pendidikan di madrasah.

Pekerjaan pokok dan fungsi dari setiap warga madrasah menjadi pijakan dalam bekerja. Dan pembagian kerja merupakan awal dari realisasi pekerjaan itu dalam praktek. Tidak ada pembagian kerja tanpa kelanjutan berupa pengerjaan dari tugas dan kewajiban.

Apapun sebutan yang diberika kepada seseorang; sebagai kepala madrasah, guru, atau tenaga administrasi, atau lainnya, memberikan urgensi tersendiri tanpa adanya perasaan bahwa posisi seseorang lebih rendah dari yang lain, atau tanggungjawab seorang tenaga administrasi lebih hina dibandingkan guru, atau sebaliknya.

Pekerjaan dalam sebuah lembaga merupakan suatu kumpulan proyek yang memiliki estimasi waktu dan lainnya, yang semua fungsionaris dalam lembaga berkewajiban untuk menyelesaikan sesuai dengan tupoksi masing-masing. Keinginan semua pihak terkait dalam lembaga untuk menyelesaikan sesuai tugas pokok dan fungsi yang merupakan pekerjaan bersama.

Adanya kesadaran masing-masing individu dalam lingkungan lembaga pendidikan merupakan suatu kekuatan yang hendaknya mendapat perhatian dan terus menerus diasah agar dalam suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, tanpa memperhatikan posisi atau jabatan, tetap dipandang penting dan krusial.

Jika ada suatu kesuksesan atau prestasi yang diperoleh oleh lembaga pendidikan, tidak serta merta menjadi milik seseorang saja; kepala madrasah, guru mata pelajaran, atau guru privat. Kesatuan dari semua potensi dan kekuatan yang ada merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesuksesan dan prestasi yang telah diraih.

Bahkan, secara khusus dapat dikatakan bahwa adanya pekerjaan yang telah diselesaikan secara bersama-sama --tidak harus merupakan kesuksesan dan prestasi-- adalah sebentuk team work yang solid.

Keberadaan team work inilah yang menjadikan maju atau mundurnya suatu lembaga pendidikan. Dan kerja tim yang baik merupakan sebentuk realisasi dari kekompakan, kesatuan dan penyamaan persepsi para individu dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan prestatif.

Sabtu, 16 Maret 2019

KOMUNIKASI Egaliter

Egaliter dalam Berkomunikasi


Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari keterhubungan dan keterikatan, antara orang tua dan anak, antara guru dan murid, antara makhluk dan Sang Khalik, antara representasi kehidupan dan tatanan yang berlaku baginya.


APAPUN status dan kedudukan seorang dalam suatu organisasi; organisasi masyarakat, sekolah, madrasah, pesantren, atau lainnya, membutuhkan kompetensi persuasif-interaktif. Suatu keahlian yang menunjukkan realisasi penghubung antara yang di atas dengan yang di bawab, yang berkuasa dengan jelata, yang legislatif dengan yudikatif.

Siapa yang mengaku menjadi pemimpin pada suatu organisasi sosial atau keagamaan berarti telah memasukkan diri pada lingkaran kemajemukan. Tidak ada laki-laki melainkan perempuan ada di sampingnya. Tidak ada rakyat, melainkan pemimpin selalu di garda depan. Tidak ada anak buah, melainkan juragan yang mengatur lalu lintas pekerjaan dan mengendalikannya.

Dalam konteks pendidikan, seorang guru tidak dapat berdiri, berorasi, berceramah, atau menyampaikan materi pelajaran, di hadapan para murid melainkan kemampuan komunikasi mengantarkannya menjadi seorang guru yang penjelasan dan keterangannya dapat dipahami dan diterima oleh mereka.

Dalam sebuah pesantren, pengasuh memiliki kewenangan yang luas dalam mengembang dan memajukan lembaga pendidikan dengan kepiawaiannya mengatur strategi, merencana, dan membuat inovasi dinamis-konstruktif bagi seluruh elemen di pesantren.

Tidak ada suatu kegiatan yang diadakan oleh pesantren kecuali pengasuh telah membuat nota kesepahaman dan kesepakatan untuk melakukan hal itu dengan segala potensi yang ada. Jika ada keberatan atau tantangan yang muncul dan menghadang, pengasuh segera membuat langkah cepat-solutif bagi terciptanya lingkungan pesantren yang dinamis, kondusif dan berkemajuan.

Kenyataan di atas tidak serta merta lahir dan muncul dari seorang pengasuh begitu saja. Kemampuan seorang pengasuh dalam hal komunikasi dua arah (dialogis) yang menjadikan setiap elemen dari pesantren mendukung, dan bersepakat dalam merealisasikan kegiatan yang telah direncanakan.

Seorang pemimpin, baik direktur, pengasuh, kepala sekolah, atau lainnya, yang hanya mengedepankan gagasannya sendiri tanpa mau mengajak berbicara dari hati ke hati orang-orang penting yang ada di sekitarnya, akan merasakan hambarnya sebuah kebijakan atau kegetiran kegiatan yang dilaksanakan tanpa ruh persatuan dan jiwa kebersamaan.

Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam suatu komunitas kehidupan telah mampu menjembatani dua kekuatan yang berbeda, menghubungkan dua pihak yang berlawanan arah, dan memperjelas fungsi masing-masing pihak dalam konteks etape perjalanan sebuah perjuangan yang tak pernah pupus.

Jangan pernah menganggap remeh apa yang disebut komunikasi. Oleh sebab komunikasi membuka kran kekakuan, melancarkan jalur interaksi, dan mensukseskan program kerja serta memperbaiki relasi personal secara horizontal.

Sungguh kasihan dengan seorang pemimpin yang tidak peduli pada komunikasi, hingga abai pada bawahan, lalai terhadap empati dan simpati pada mitra yang bekerjasama dalam sebuah korps pendidikan.

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...