Senin, 04 Maret 2019

Istilah Non-Muslim

Terminologi Non-Muslim

SEBUTAN Non-Muslim adalah suatu sebutan yang jarang orang menyebut. Saking jarangnya, seorang Muslim sendiri tidak menyebut di depan orang yang beragama lain dengan sebutan, atau ngaku-ngaku "Saya Muslim."

Karena namanya sebutan, biarkan itu di atas kertas dan tidak perlu diucapkan kepada yang bersangkutan. Atau jika memang sedang berinteraksi antara Muslim dan Non-Muslim, lakukan saja interaksi individu dan sosial itu sebagai layaknya hubungan kemanusiaan. Dan memang, manusia selalu butuh dan hidup bersama dalam suatu masyarakat. Tidak mungkin mereka hidup seorang diri.

TIDAK MENYEBUT Non-Muslim dalam interaksi individu dari kalangan yang berbeda latar belakang agama menunjukkan bahwa toleransi beragama mereka sangat bagus. Fakta menunjukkan bahwa seorang Muslim yang tinggal di sebuah perumahan selama sepuluh tahun, tidak pernah di antara mereka menyebut dan memanggil dengan sebutan "Hai Non-Muslim," atau yang lain meneriaki "Hai Muslim." Mereka hidup rukun dan damai. Tidak ada sebutan atau panggilan. Jika mereka hendak memanggil yang lain, mereka akan ucapkan "Pak", atau "Kang", atau "Mas", bahkan "Pak Dhe" atau "Bu Dhe."

Jika ada suatu produk hukum (fatwa) yang diterbitkan untuk kalangan tertentu, maka kalangan tertentu itu pula yang memiliki konsekuensi untuk menggunakan atau tidak. Kadang kita atau orang lain ingin tahu apa yang sedang didiskusikan atau diperdebatkan dalam sebuah pertemuan ilmiah itu. Keingintahuan kita seharusnya dibarengi dengan kesiapan mental bahwa produk hukum (fatwa) itu hanya berimplikasi kepada orang yang bertanya, mengajukan permasalahan, atau majelis pertemuan ilmiah itu yang mengangkatnya.

Namun, jika di kemudian hari ada kegaduhan, atau dampak yang tidak menenteramkan, maka salah satu pihak bisa mengajukan atau mengundang untuk berdiskusi dan meminta penjelasan terkait masalah yang membingungkan orang kecil itu.
Rakyat (sebut saja umat), sebagai orang kecil, juga ingin belajar dari orang besar (ulama). Tentunya ulama (yang sudah terlanjur besar) tidak serta merta menganggap enteng persoalan. Keterbatasan dan ketidakmampuan orang kecil untuk memahami informasi yang muncul dari pertemuan ilmiah itu hendaknya direspon dengan baik. Dan orang kecil (umat) juga siap mendengarkan dan menyimak secara utuh apa yang dihasilkan dari pertemuan ilmiah itu.

Istilah "kafir" telah nyata ada di dalam Al-Qur'an. Indikatornya juga jelas. Dan apa yang harus dilakukan oleh umat terhadap orang kafir pun juga jelas. Sikap umat terhadap orang kafir ini juga diberikan rambu-rambu yang konkrit, sebagaimana surat Al-Kafirun mensinyalirnya.

Pertemuan ilmiah yang bermaksud memperhalus sebutan "kafir" dengan "Non-Muslim" merupakan upaya ijtihadi yang dilakukan dalam kerangka Islam Keindonesiaan. Proses dan prosedurnya pun telah dilewati dengan baik. Sehingga siapapun kita, dari organisasi masyarakat Islam manapun, dan dari apapun, hendaknya menghormati dan mengapresiasi hal itu.

Silakan memanggil orang kafir dengan sebutan Non-Muslim. Atau biarkan "orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya" itu "kafir" --kita sebut ataupun tidak. HUKUM Allah SWT telah tegas dan jelas membedakan antara Muslim dan Kafir.

Apakah Anda ingin menyebut tetangga yang tidak beriman itu dengan sebutan Non-Muslim?

1 komentar:

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...