Jumat, 25 Mei 2018

Alqur'an dan Ramadan


Moh. In’ami, M.Ag. | Ramadan Bulan Alqur’an


S
uatu kesyukuran bahwa Allah Ta’ala telah menjadikan Alqur’an sebagai penyejuk hati, obat bagi sesak dada dan cahaya bagi fikiran. Dan bahwasanya Nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik orang dalam melantunkan Alqur’an, mengamalkan dan mengajarkannya, mentadabburi maknanya, hingga beliau saw merasakan manisnya. Firman Allah: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Alqur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Alqur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (Al-Zumar: 27-28)
Dalam konteks Ramadan dan Alqur’an, Allah mensinyalir: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqarah: 185).
Maka bulan Ramadan adalah bulan puasa, di dalamnya diturunkan Alqur’an, yang Rasulullah pernah bersabda, “Puasa dan Alqur’an akan memberi syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, “Wahai Rabb, ia telah menahan makan dan syahwatnya pada siang hari karena aku, izinkan aku memberi syafaat kepadanya. Alqur’an berkata, “Ia telah terjaga pada malam hari karena aku, izinkan aku memberi syafaat kepadanya, maka puasa dan Alqur’an memberi syafaat kepadanya.” (HR. Ahmad)
Maka dari itu, membaca Alqur’an adalah suatu kebaikan yang di dalamnya terdapat keberkahan dan rahmat. Allah Ta’ala berfirman, dan Alquran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (Al-An’am: 155).
Sungguh Alqur’an adalah sebaik-baik perkataan, yang paling fasih dan jelas, yang paling manis lagi menyegarkan. Firman Allah, Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (Al-Zumar: 23).
Alqur’an merupakan kalam Allah, ibrahnya yang tidak habis-habis, keajaibannya tidak rapuh, pendengaran menikmatinya, dan hati bahagia karenanya. Bahkan Al-Walid bin Al-Mughirah merasakan manisnya bacaan Alqur’an pada saat ia mendengarnya –sebelum masuk Islam. Ia berkara, “Demi Allah, sungguh lezat Alqur’an ini, padanya terdapat kebaikan dan keindahan.”  
Maka Alqur’an mempunyai sesuatu yang manis, yang bisa dirasakan siapa saja melalui pendengaran dan hatinya, menemukannya dengan ruh dan akalnya. Suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat naungan antara langit dan bumi menghujani madu dan mentega. Aku melihat orang-orang mengambil dengan telapak tangannya, ada yang memperoleh banyak ada juga yang sedikit.” Maka Abu Bakar ra berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku menafsirkan mimpinya.” Rasul bersabda, “Tafsirkan!.” Abu Bakar berkata, “Adapun naungan itu maka ia adalah Islam, sedangkan madu dan mentega itu adalah Alqur’an; manisnya madu dan lembutnya mentega. Sedangkan orang-orang yang mengambil dengan telapak tangannya adalah para penghafal Alqur’an.”
Bagi kaum Muslim yang berpuasa, bagaimana menemukan manisnya Alqur’an?
Sesungguhnya orang yang menemukan manisnya Alqur’an adalah orang yang mencintai dan mengagungkannya, dan merasakan bahwa Alqur’an adalah pesan dari Allah Ta’ala. Sebuah hadits diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra berkata, “Barangsiapa yang ingin tahu bahwa Allah mencintai maka hendaklah ia menghadapkan dirinya ke Alqur’an. Jika ia mencintai Alqur’an, maka ia mencintai Allah, karena Alqur’an adalah kalam Allah. Barangsiapa yang mencintai kalam Allah, ia akan memperbanyak membacanya.
Rasulullah saw menemukan manisnya Alqur’an dalam melantunkannya dengan perlahan dan tenang; sebagai bentuk pengamalan dari surat Al-Isra’ ayat 106: dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagiandan dalam surat Al-Muzammil ayat 4:  atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.
Dan membaca Alqur’an pada waktu malam dan juga qiyamullail lebih mengantarkan seseorang pada merasakan manisnya. Firman Allah: Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (Al-Muzammil: 6).
Dan demikianlah, Nabi saw menganjurkan kita agar melaksanakan qiyamullail dan membaca Alqur’an, supaya menemukan manisnya dan merasakannya. Sabda beliau, “Barangsiapa berdiri (shalat) membaca sepuluh ayat, dia tidak dicatat sebagai orang-orang yang lalai, barangsiapa berdiri (shalat) membaca seratus ayat dicatat sebagai orang yang tekun dalam beribadah, barangsiapa membaca seribu ayat maka dia tercatat sebagai orang yang meraih banyak kemenangan dan kebaikan.” (HR. Abu Daud)
Jika seorang Muslim menghendaki merasakan manisnya Alqur’an, sungguh ia dapat merasakan itu bagi siapa saja yang mau mendengarkan ayat-ayat Alqur’an, lantas ia menyadari dengan hatinya, dan memahami dengan akalnya. Allah menyatakan, Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.” (Qaf: 37).
Bagaimana tidak, mendengarkan Alqur’an saja adalah perintah, yang dengan itu seorang Muslim terikat dengan rahmat-Nya. dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204).
Rasulullah juga mendengarkan bacaan Alqur’an, agar ia mendapatkan mahabbah dan manisnya.  Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (Al-Nisa’: 41).
Suatu hari beliau saw berjalan, pada saat itu belaiu mendengar bacaan Abu Musa Al-Asy’ari ra. Pada hari berikutnya beliau bersabda, “Kalaulah engkau melihatku, aku kemarin mendengarkan bacaanmu, sungguh engkau telah diberikan seruling dari seruling-seruling keluarga Nabi Dawud. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Allah SWT juga menyebutkan keadaan para ulama pada saat mendengar ayat-ayat Alqur’an, merasakan pengaruh maknanya, dan menikmati manisnya. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Alqur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: "Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.” (Al-Isra’: 107-109).
Sungguh Alqur’an begitu bermakna bagi umat Muslim; bagi kehidupan pribadinya, sosialnya, dan kehidupan yang lebih luas. Dan Ramadan, yang kita berada di dalamnya saat ini, menjadi wahana sekaligus sarana dan media untuk menjelajahi, menekuni dan menikmati ‘gizi’ Alqur’an. Wallahu a’lam.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...