Moh. In’ami, M.Ag. | Ramadan Bulan Alqur’an
S
|
uatu kesyukuran bahwa Allah
Ta’ala telah menjadikan Alqur’an sebagai penyejuk hati, obat bagi sesak dada
dan cahaya bagi fikiran. Dan bahwasanya Nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik
orang dalam melantunkan Alqur’an, mengamalkan dan mengajarkannya, mentadabburi
maknanya, hingga beliau saw merasakan manisnya. Firman Allah: “Sesungguhnya
telah Kami buatkan bagi manusia dalam Alqur’an ini setiap macam perumpamaan
supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Alqur’an dalam bahasa Arab yang tidak
ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (Al-Zumar: 27-28)
Dalam
konteks Ramadan dan Alqur’an, Allah mensinyalir: “(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Alqur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqarah:
185).
Maka
bulan Ramadan adalah bulan puasa, di dalamnya diturunkan Alqur’an, yang
Rasulullah pernah bersabda, “Puasa dan Alqur’an akan memberi
syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, “Wahai Rabb, ia telah
menahan makan dan syahwatnya pada siang hari karena aku, izinkan aku memberi
syafaat kepadanya. Alqur’an berkata, “Ia telah terjaga pada malam hari karena
aku, izinkan aku memberi syafaat kepadanya, maka puasa dan Alqur’an memberi
syafaat kepadanya.” (HR. Ahmad)
Maka
dari itu, membaca Alqur’an adalah suatu kebaikan yang di dalamnya terdapat
keberkahan dan rahmat. Allah Ta’ala berfirman, “dan Alqur’an
itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu
diberi rahmat.”
(Al-An’am: 155).
Sungguh
Alqur’an adalah sebaik-baik perkataan, yang paling fasih dan jelas, yang paling
manis lagi menyegarkan. Firman Allah, “Allah
telah menurunkan perkataan
yang paling baik (yaitu) Alqur’an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat
Allah.”
(Al-Zumar: 23).
Alqur’an
merupakan kalam Allah, ibrahnya yang tidak habis-habis, keajaibannya tidak
rapuh, pendengaran menikmatinya, dan hati bahagia karenanya. Bahkan Al-Walid
bin Al-Mughirah merasakan manisnya bacaan Alqur’an pada saat ia mendengarnya
–sebelum masuk Islam. Ia berkara, “Demi Allah, sungguh lezat Alqur’an ini,
padanya terdapat kebaikan dan keindahan.”
Maka
Alqur’an mempunyai sesuatu yang manis, yang bisa dirasakan siapa saja melalui
pendengaran dan hatinya, menemukannya dengan ruh dan akalnya. Suatu ketika
seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dan berkata, “Wahai Rasulullah,
aku melihat naungan antara langit dan bumi menghujani madu dan mentega. Aku
melihat orang-orang mengambil dengan telapak tangannya, ada yang memperoleh
banyak ada juga yang sedikit.” Maka Abu Bakar ra berkata, “Wahai Rasulullah,
izinkan aku menafsirkan mimpinya.” Rasul bersabda, “Tafsirkan!.” Abu Bakar
berkata, “Adapun naungan itu maka ia adalah Islam, sedangkan madu dan mentega
itu adalah Alqur’an; manisnya madu dan lembutnya mentega. Sedangkan orang-orang
yang mengambil dengan telapak tangannya adalah para penghafal Alqur’an.”
Bagi
kaum Muslim yang berpuasa, bagaimana menemukan manisnya Alqur’an?
Sesungguhnya orang yang
menemukan manisnya Alqur’an adalah orang yang mencintai dan mengagungkannya, dan
merasakan bahwa Alqur’an adalah pesan dari Allah Ta’ala. Sebuah hadits
diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra berkata, “Barangsiapa yang ingin tahu bahwa
Allah mencintai maka hendaklah ia menghadapkan dirinya ke Alqur’an. Jika ia mencintai Alqur’an, maka ia mencintai Allah,
karena Alqur’an adalah kalam Allah. Barangsiapa yang mencintai kalam
Allah, ia akan memperbanyak membacanya.
Rasulullah saw menemukan
manisnya Alqur’an dalam melantunkannya dengan perlahan dan tenang;
sebagai bentuk pengamalan dari surat Al-Isra’
ayat 106:
“dan Alqur’an itu telah Kami turunkan
dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia
dan Kami menurunkannya bagian demi bagian” dan dalam surat Al-Muzammil ayat 4: “atau lebih dari seperdua
itu. dan bacalah Alqur’an itu dengan perlahan-lahan.”
Dan membaca Alqur’an pada waktu malam dan juga qiyamullail lebih
mengantarkan seseorang pada merasakan manisnya. Firman Allah: “Sesungguhnya bangun di waktu
malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (Al-Muzammil: 6).
Dan demikianlah, Nabi saw
menganjurkan kita agar melaksanakan qiyamullail dan membaca Alqur’an, supaya menemukan manisnya dan merasakannya. Sabda
beliau, “Barangsiapa berdiri (shalat) membaca sepuluh ayat, dia tidak dicatat
sebagai orang-orang yang lalai, barangsiapa berdiri (shalat) membaca seratus
ayat dicatat sebagai orang yang tekun dalam beribadah, barangsiapa membaca
seribu ayat maka dia tercatat sebagai orang yang meraih banyak kemenangan dan
kebaikan.” (HR. Abu Daud)
Jika seorang Muslim
menghendaki merasakan manisnya Alqur’an, sungguh ia dapat merasakan itu bagi siapa saja yang
mau mendengarkan ayat-ayat Alqur’an, lantas ia menyadari dengan hatinya, dan memahami
dengan akalnya. Allah menyatakan, “Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang
mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya.” (Qaf: 37).
Bagaimana tidak, mendengarkan Alqur’an
saja adalah perintah, yang dengan itu seorang Muslim terikat dengan rahmat-Nya.
“dan apabila dibacakan Alqur’an, maka dengarkanlah baik-baik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204).
Rasulullah juga mendengarkan bacaan Alqur’an, agar ia mendapatkan mahabbah dan manisnya. “Maka bagaimanakah (halnya orang
kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap
umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu
(sebagai umatmu).”
(Al-Nisa’: 41).
Suatu hari beliau saw berjalan, pada
saat itu belaiu mendengar bacaan Abu Musa Al-Asy’ari ra. Pada hari berikutnya
beliau bersabda, “Kalaulah engkau
melihatku, aku kemarin mendengarkan bacaanmu, sungguh engkau telah diberikan
seruling dari seruling-seruling keluarga Nabi Dawud. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Allah SWT juga menyebutkan keadaan para
ulama pada saat mendengar ayat-ayat
Alqur’an, merasakan pengaruh
maknanya, dan menikmati manisnya. “Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Alqur’an dibacakan
kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka
berkata: "Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti
dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyu'.” (Al-Isra’: 107-109).
Sungguh Alqur’an begitu bermakna bagi umat Muslim; bagi
kehidupan pribadinya, sosialnya, dan kehidupan yang lebih luas. Dan Ramadan,
yang kita berada di dalamnya saat ini, menjadi wahana sekaligus sarana dan
media untuk menjelajahi, menekuni dan menikmati ‘gizi’ Alqur’an. Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar