Kamis, 19 April 2018

Menjadi Manusia yang Utama


Kualifikasi Manusia yang Utama
Moh. In’ami

Telah menceritakan kepada kami Abu Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim dari Al Auza'i berkata, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri dari Atha bin Yazid Al-Laitsi dari Abu Sa'id Al-Kahudri ia berkata, “Rasulullah saw ditanya, “Manusia mana yang paling utama?” Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.” Para sahabat bertanya, “Lalu siapa lagi?” Beliau menjawab: “Seorang mukmin yang berada di suatu lembah, ia beribadah kepada Allah dan menjauhi manusia agar terhindar dari keburukannya.” Abu Isa berkata, “Hadits ini derajatnya hasan shahih.”
(HR. Attirmidzi).
T
S
esungguhnya dunia merupakan lapangan untuk berlomba dan bertanding. Siapapun, dari kalangan makhluk, dapat menjadi peserta lomba dan tanding. Tidak ada lomba dan tanding yang tidak diridhai –dalam konteks `abdullah. Tidak ada lomba dan tanding yang tidak mengikuti aturan. Allah Ta’ala menegaskan: “Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (QS. Albaqarah: 148). Sebuah instruksi konstruktif yang jelas dan tegas bagi siapa saja yang percaya dan berkenan mendengarkan tuturanNya.
Seorang muslim akan terus dan masih meningkatkan diri dalam segmen-segmen kebaikan hingga menjadi teladan –bagi yang lain. Salah satu komitmen bagi hamba-hamba Allah yang konsisten dalam kebaikan ini diwujudkan dalam doa: “Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Alfurqan: 74) Tafsir ayat ini, menurut Ibnu Katsir, adalah pemimpin yang dapat dijadikan qudwah dan panutan dalam hal kebaikan.

Kisah

Suatu hari para sahabat bertanya kepada Nabi saw; seorang dari mereka mengajukan pertanyaan: “Siapakah manusia yang paling dicintai Allah?” Yang lain mengatakan: “Siapakah manusia yang paling mulia?” “Dan siapakah sebaik-baik manusia?” Masing-masing ingin mengajukan yang paling utama, agar kelak menjadi manusia yang paling baik dan paling dekat di sisi Allah. Kemudian beliau saw bersabda kepada mereka: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling panjang umurnya, dan paling baik amalannya.” (HR. Ahmad)
Sungguh pintu-pintu kebaikan sangat beraneka ragam, jalannya pun banyak. Bahkan budi pekerti yang baik mampu mengangkat derajat manusia di dunia dan akhirat, dan menjadikannya termasuk sebaik-baik manusia dan yang paling mulia di antara mereka. Dalam Al-Adab Al-Mufrad disebutkan bahwa “Sebaik-baiknya keislaman seseorang di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Ahmad)
Budi pekerti yang baik menuntut adanya kejernihan dan kebersihan hati, sehingga pemiliknya menjadi sebaik-baik manusia dan mulia. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw: “Manusia mana yang utama?” Beliau bersabda: “Semua orang yang hatinya makhmum (disapu/dibersihkan) dan tutur katanya benar.” Sahabat kembali bertanya: “Tutur kata yang benar telah kami mengerti, tetapi apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau bersabda: “Yaitu hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa, kezaliman, kedengkian dan hasad di dalamnya.” (HR. Ibn Majah dan Albaihaqi).
Membaca Alqur’an, memahami dan mengamalkannya termasuk sebaik-baik ketaatan yang mampu membersihkan hati dan mendidik nafsu, sehingga seorang yang berpegang pada Alqur’an mencapai tingkatan sebaik-baik manusia dan yang paling utama di antara mereka. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alqur’an dan mengajarkannya.” (HR. Albukhari) Yang demikian itu bahwa Alqur’an merupakan kalam Allah, yang tinggi daripada yang lainnya, dan termasuk memperoleh pahala bagi siapa saja yang mengarahkan pada pembelajarannya, atau berpartisipasi dengan kesungguhannya, atau hartanya dalam menyebarkan ilmu-ilmu Alqur’an di antara manusia. Inilah ritme yang besar pada ikhtiar untuk berlomba-lomba dalam kebaikan yang direalisasikan secara nyata.
Pun sebaik-baik budi pekerti dan yang paling benar adalah yang berlaku baik di dalam keluarga. Di rumah itulah seseorang berlaku dan bergerak sesuai dengan tabiatnya, berinteraksi atas dasar sifat-sifatnya. Orang yang mampu bergaul dengan keluarga dan anggotanya maka ia termasuk sebaik-baik manusia dalam hal budi pekerti. Oleh karenanya, Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang berlaku baik kepada istri kalian.” (HR. Ahmad dan Atturmudzi)
Dan sebaik-baik perempuan adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memuliakan suaminya, yang menebarkan kebahagiaan dalam rumahnya, dan menjaga keluarganya. Dari Abu Hurairah, berkata, Rasul saw ditanya: Wanita yang bagaimanakah yang terbaik? Beliau menjawab: “Yang menyenangkan suami tatkala melihatnya, taat tatkala suami memerintah, tidak menyalahi suaminya dan tidak melakukan sesuatu yang kurang disenangi suaminya baik dalam mengurus diri maupun urusan harta suaminya.” (HR. Ahmad dan Annasai)

Ada Tatanan

Allah Ta’ala telah mengatur manusia, dalam kebaikan yang dilakukan itu terdapat ketaatan. Dan di dalam ketaatan itulah manusia sadar bahwa tatanan dan aturanNya saja yang berlaku dalam kehidupan.
Demikian juga sebaik-baik manusia akan nampak pada diri seseorang dalam bertetangga dan berteman. Sabda Nabi saw: “Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah yang paling baik bagi temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik bagi tetangganya.” (HR. Ahmad, Attirmidzi dan Addarimy)
Sungguh seorang tetangga dan teman menjadi terhormat dengan pujian karena usahanya dalam berbuat baik kepada orang lain dan menjaga hak-hak mereka. Sabda Nabi saw: “Sebaik-baik kalian adalah yang dapat diharapkan kebaikannya, dan aman dari keburukannya.” (HR. Ahmad dan Atturmudzi) Hadits ini menegaskan bahwa yang terbaik adalah yang manusia lain berharap kebaikan dari sisinya, karena ia membiasakan diri dengan kebaikan itu, yang dengan itu dapat diketahui kebaikan budi pekertinya.
Dan yang termasuk indikator keutamaan di sisi Allah adalah kemampuan berinteraksi yang baik, membayar hutang, dan mengembalikan hak pemiliknya secara penuh tanpa mengurangi atau menunda. Beliau saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar (hutang).” (HR. Muttafaq ‘alaih)
Sebagaimana halnya dengan memberikan makanan (kepada yang membutuhkan) dan mengucapkan salam yang menjadikan seseorang termasuk sebaik-baik manusia dan yang paling utama. Pesan Nabi saw: “Sebaik-baik kalian adalah yang memberi makanan dan membalas (ucapan) salam.” (HR. Ahmad)
Dengan demikian kaum muslim hendaknya berlomba-lomba menuju perbuatan yang paling utama dan senantiasa berusaha untuk menekuni kebaikan. Berusaha untuk fokus dalam kebaikan akan mengantarkan pelakunya pada tingkatan yang dimuliakan Allah; mendapat ridha dan tempat yang tinggi di sisiNya.
Yang menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk terus menerus berbuat kebaikan adalah: “Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (QS. Annahl: 30)
Jangan pernah berhenti berbuat kebaikan. Dengan berbuat kebaikan berarti seseorang telah menghargai dirinya dan menyayangi anugerah Allah, berupa taufiq dan hidayahNya. Sedikit saja seseorang jatuh pada keburukan akan berakibat buruk bagi kehidupannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...