Kualifikasi Manusia yang
Utama
Moh. In’ami
Telah menceritakan kepada kami Abu Ammar berkata, telah
menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim dari Al Auza'i berkata, telah
menceritakan kepada kami Az-Zuhri dari Atha bin Yazid Al-Laitsi dari Abu Sa'id Al-Kahudri
ia berkata, “Rasulullah saw ditanya, “Manusia mana yang paling utama?” Beliau
bersabda: “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.” Para sahabat
bertanya, “Lalu siapa lagi?” Beliau menjawab: “Seorang mukmin yang berada di
suatu lembah, ia beribadah kepada Allah dan menjauhi manusia agar terhindar
dari keburukannya.” Abu Isa berkata, “Hadits ini derajatnya hasan shahih.”
(HR. Attirmidzi).
T
S
|
esungguhnya dunia merupakan lapangan untuk berlomba dan
bertanding. Siapapun, dari kalangan makhluk, dapat menjadi peserta lomba dan
tanding. Tidak ada lomba dan tanding yang tidak diridhai –dalam konteks `abdullah.
Tidak ada lomba dan tanding yang tidak mengikuti aturan. Allah Ta’ala
menegaskan: “Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (QS.
Albaqarah: 148). Sebuah instruksi konstruktif yang jelas dan tegas bagi siapa
saja yang percaya dan berkenan mendengarkan tuturanNya.
Seorang muslim akan terus dan masih meningkatkan diri
dalam segmen-segmen kebaikan hingga menjadi teladan –bagi yang lain. Salah satu
komitmen bagi hamba-hamba Allah yang konsisten dalam kebaikan ini diwujudkan
dalam doa: “Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Alfurqan: 74) Tafsir ayat ini, menurut Ibnu Katsir, adalah pemimpin yang
dapat dijadikan qudwah dan panutan dalam hal kebaikan.
Kisah
Suatu hari para sahabat bertanya kepada Nabi saw; seorang
dari mereka mengajukan pertanyaan: “Siapakah manusia yang paling dicintai
Allah?” Yang lain mengatakan: “Siapakah manusia yang paling mulia?” “Dan
siapakah sebaik-baik manusia?” Masing-masing ingin mengajukan yang paling
utama, agar kelak menjadi manusia yang paling baik dan paling dekat di sisi
Allah. Kemudian beliau saw bersabda kepada mereka: “Sebaik-baik kalian adalah
yang paling panjang umurnya, dan paling baik amalannya.” (HR. Ahmad)
Sungguh pintu-pintu kebaikan sangat beraneka ragam,
jalannya pun banyak. Bahkan budi pekerti yang baik mampu mengangkat derajat
manusia di dunia dan akhirat, dan menjadikannya termasuk sebaik-baik manusia
dan yang paling mulia di antara mereka. Dalam Al-Adab Al-Mufrad
disebutkan bahwa “Sebaik-baiknya keislaman seseorang di antara kalian adalah
yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Ahmad)
Budi pekerti yang baik menuntut adanya kejernihan dan
kebersihan hati, sehingga pemiliknya menjadi sebaik-baik manusia dan mulia.
Seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw: “Manusia mana yang utama?” Beliau
bersabda: “Semua orang yang hatinya makhmum (disapu/dibersihkan) dan
tutur katanya benar.” Sahabat kembali bertanya: “Tutur kata yang benar telah
kami mengerti, tetapi apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau
bersabda: “Yaitu hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa, kezaliman,
kedengkian dan hasad di dalamnya.” (HR. Ibn Majah dan Albaihaqi).
Membaca Alqur’an, memahami dan mengamalkannya termasuk
sebaik-baik ketaatan yang mampu membersihkan hati dan mendidik nafsu, sehingga
seorang yang berpegang pada Alqur’an mencapai tingkatan sebaik-baik manusia dan
yang paling utama di antara mereka. Rasulullah saw pernah bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alqur’an dan mengajarkannya.” (HR.
Albukhari) Yang demikian itu bahwa Alqur’an merupakan kalam Allah, yang
tinggi daripada yang lainnya, dan termasuk memperoleh pahala bagi siapa saja
yang mengarahkan pada pembelajarannya, atau berpartisipasi dengan
kesungguhannya, atau hartanya dalam menyebarkan ilmu-ilmu Alqur’an di antara
manusia. Inilah ritme yang besar pada ikhtiar untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan yang direalisasikan secara nyata.
Pun sebaik-baik budi pekerti dan yang paling benar adalah
yang berlaku baik di dalam keluarga. Di rumah itulah seseorang berlaku dan
bergerak sesuai dengan tabiatnya, berinteraksi atas dasar sifat-sifatnya. Orang
yang mampu bergaul dengan keluarga dan anggotanya maka ia termasuk sebaik-baik
manusia dalam hal budi pekerti. Oleh karenanya, Rasulullah saw bersabda:
“Orang-orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi
pekertinya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang berlaku baik kepada istri
kalian.” (HR. Ahmad dan Atturmudzi)
Dan sebaik-baik perempuan adalah orang yang
bersungguh-sungguh dalam memuliakan suaminya, yang menebarkan kebahagiaan dalam
rumahnya, dan menjaga keluarganya. Dari Abu Hurairah, berkata, Rasul saw
ditanya: Wanita yang bagaimanakah yang terbaik? Beliau menjawab: “Yang
menyenangkan suami tatkala melihatnya, taat tatkala suami memerintah, tidak
menyalahi suaminya dan tidak melakukan sesuatu yang kurang disenangi suaminya
baik dalam mengurus diri maupun urusan harta suaminya.” (HR. Ahmad dan Annasai)
Ada
Tatanan
Allah Ta’ala telah mengatur manusia, dalam kebaikan yang
dilakukan itu terdapat ketaatan. Dan di dalam ketaatan itulah manusia sadar
bahwa tatanan dan aturanNya saja yang berlaku dalam kehidupan.
Demikian juga sebaik-baik manusia akan nampak pada diri
seseorang dalam bertetangga dan berteman. Sabda Nabi saw: “Sebaik-baik teman di
sisi Allah adalah yang paling baik bagi temannya, dan sebaik-baik tetangga di
sisi Allah adalah yang paling baik bagi tetangganya.” (HR. Ahmad, Attirmidzi
dan Addarimy)
Sungguh seorang tetangga dan teman menjadi terhormat
dengan pujian karena usahanya dalam berbuat baik kepada orang lain dan menjaga
hak-hak mereka. Sabda Nabi saw: “Sebaik-baik kalian adalah yang dapat
diharapkan kebaikannya, dan aman dari keburukannya.” (HR. Ahmad dan Atturmudzi)
Hadits ini menegaskan bahwa yang terbaik adalah yang manusia lain berharap
kebaikan dari sisinya, karena ia membiasakan diri dengan kebaikan itu, yang
dengan itu dapat diketahui kebaikan budi pekertinya.
Dan yang termasuk indikator keutamaan di sisi Allah
adalah kemampuan berinteraksi yang baik, membayar hutang, dan mengembalikan hak
pemiliknya secara penuh tanpa mengurangi atau menunda. Beliau saw bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar (hutang).” (HR.
Muttafaq ‘alaih)
Sebagaimana halnya dengan memberikan makanan (kepada yang
membutuhkan) dan mengucapkan salam yang menjadikan seseorang termasuk
sebaik-baik manusia dan yang paling utama. Pesan Nabi saw: “Sebaik-baik kalian
adalah yang memberi makanan dan membalas (ucapan) salam.” (HR. Ahmad)
Dengan demikian kaum muslim hendaknya berlomba-lomba
menuju perbuatan yang paling utama dan senantiasa berusaha untuk menekuni
kebaikan. Berusaha untuk fokus dalam kebaikan akan mengantarkan pelakunya pada
tingkatan yang dimuliakan Allah; mendapat ridha dan tempat yang tinggi di
sisiNya.
Yang menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk terus
menerus berbuat kebaikan adalah: “Dan dikatakan kepada orang-orang yang
bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya
kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang
bertakwa.” (QS. Annahl: 30)
Jangan pernah berhenti berbuat kebaikan. Dengan berbuat
kebaikan berarti seseorang telah menghargai dirinya dan menyayangi anugerah
Allah, berupa taufiq dan hidayahNya. Sedikit saja seseorang jatuh pada
keburukan akan berakibat buruk bagi kehidupannya. □
Tidak ada komentar:
Posting Komentar