Sabtu, 14 April 2018

Mengejar dan Menyambut Rahmat Tuhan


Menggapai Rahmat Allah
Beliau saw bersabda: “Kekuasaan Allah memenuhi belantara malam dan siang. Adakah di antara kalian yang melihat apa yang Aku berikan (kepada kalian) sejak langit dan bumi diciptakan. . . .”
(HR. Albukhari dan Muslim)
T
B
anyak makna bagi kata rahmat. Rahmat berarti belas kasihan; kurnia, berkat; bahagia; hikmat, faedah, kegunaan. Apapun makna rahmat jelas berlawanan dengan madarat. Dalam rahmat Allah bebas dari suatu bahaya apapun. Karena setiap rahmat pasti membawa kebaikan dan kebermanfaatan.
Jika terdapat seorang Muslim yang mampu berbuat baik secara sempurna dalam beribadah kepada Allah dan ‘mumpuni’ dalam memberikan manfaat bagi hamba-hamba-Nya yang lain, maka baginya bagian yang besar berupa rahmat dari sisi Allah Ta’ala.
Adapun sebab-sebab yang paling dominan untuk memperoleh rahmat-Nya di dunia kini dan di akhirat kelak adalah mengikuti dengan patuh dan tunduk pada semua perintah yang datang dari Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati, dan menjauhi segala macam bentuk bahaya dan larangan-Nya, tanpa ada rasa sedikitpun untuk menentang-Nya, dengan disertai perasaan iman dan meneladani Rasul-Nya. Allah berfirman:
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi.” (QS. Al-A’raf: 156-157). Allah juga menegaskan:
Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali Imron: 132)
Sungguh Allah Ta’ala telah membuka pintu-pintu rahmat bagi segenap hamba-Nya yang bertaubat dan serius beribadah kepada-Nya. Dia menghamparkan anugerah dan kebaikan-Nya bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam berdo’a, bermunajat dan memohon pada-Nya dengan kerendahan hati. Karena itulah ketika penghuni surga menempati tempat tinggal mereka di Surga Na’im, mereka mengatakan dengan jelas sebab yang mengantarkan mereka pada kebaikan yang meliputi mereka tersebut. Sebagaimana Allah menjelaskan keadaan mereka dalam surat At-Thur ayat 28:
Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.
Nabi Muhammad saw menjelaskan perihal bagaimana kaum Muslim sebagai hamba Allah bersikap dan beribadah kepada-Nya, beliau sangat menganjurkan untuk beribadah sepenuh hati dan memohon segala sesuatu hanya kepada-Nya. Dan hendaknya selalu mengupayakan hal tersebut dalam setiap waktu hingga mendapatkan apa yang diharapkan. Petunjuk Allah menyebutkan:
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (QS. Yusuf: 87)
Dalam sebuah atsar Allah Ta’ala mengajukan pertanyaan, “Apakah hamba-hambaKu berharap kepada selain-Ku dalam menghadapi kesulitan. Dan kesulitan itu dalam genggaman-Ku, dan Akulah Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Mengapa mereka masih berharap kepada selain-Ku dan mengetuk pintu lainnya dengan takbir, padahal di tangan-Ku segala kunci perbendaharaan, sedang pintu-Ku selalu terbuka bagi siapa saja yang mau berdo’a kepada-Ku? Siapakah yang memiliki harapan dalam bertaubat lalu Aku memutuskan harapan itu? Atau siapa yang berharap suatu kemuliaan lalu Aku mematahkan harapannya? Atau siapa yang datang mengetuk pintu rahmat-Ku dan Aku tidak membuka baginya, padahal Akulah Puncak segala harapan? Maka, bagaimana mungkin engkau berputus asa dari cita-cita dan harapan tanpa menoleh kepada-Ku? Apakah Aku kikir, sehingga hamba-Ku pun menjadi kikir? Bukankah dunia dan akhirat, kemurahan dan anugerah kesemuanya itu milik-Ku, lalu apa yang membuat orang-orang yang berharap itu tidak berharap kepada-Ku. Jika Aku berkehendak mengumpulkan penghuni langit dan bumi, kemudian masing-masing di antara mereka Aku berikan apa yang diberikan kepada semuanya, dan Aku mengantarkan setiap makhluk menuju semua cita-cita mereka, sama sekali tidak berkurang dari kekuasaan-Ku sedikitpun.
Bagaimana berkurang kekuasaan itu sementara Akulah Dzat Yang Berdiri Sendiri. Maka merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat-Ku. Merugilah orang-orang yang bermaksiat kepada-Ku, dan mereka mendapat apa yang mereka tidak inginkan. Aku adalah Dzat Yang Maha Dermawan, dan dari sisi-Ku-lah kedermawanan itu. Aku Dzat Yang Maha Mulia, dari sisi-Ku segala bentuk kemuliaan. Dan dari kemuliaan-Ku adalah bahwa Aku mengampuni orang-orang yang berbuat maksiat. Dan merupakan kemuliaan-Ku adalah Aku memberi apa saja yang diminta hamba-Ku, dan Aku memberi apa yang tidak ia minta. Dan termasuk kemuliaan-Ku bahwa Aku menjadikan orang yang bertaubat seperti orang yang tidak pernah berbuat maksiat kepada-Ku. Maka, ke mana para makhluk itu berlari, dari pintu rahmat-Ku, ke arah mana orang-orang yang berbuat maksiat itu menuju?
Demikianlah Allah hendak meneguhkan rahmat-Nya bagi seluruh makhluk. Kita perlu merespon dan menyongsong rahmat itu dengan upaya dan kesungguhan. Dan kita mesti mawas diri dan bersikap hati-hati. Karena Allah mengingatkan:
Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).” (QS. As-Syura, 42: 48)

Bentuk Rahmat Allah

Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw bersabda: “Tiada seorang Muslim yang menanam tanaman lalu orang, hewan, atau burung memakan darinya kecuali hal itu menjadi sedekah”.(HR. Albukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa yang termasuk rahmat adalah seorang pemilik tanaman memperkenankan siapa saja yang membutuhkan baik orang, hewan atau burung untuk makan dari tanamannya, tanpa ada rasa takut tanamannya akan berkurang. Karena Allah Ta’ala yang menumbuhkan tanaman itu akan menggantinya, oleh sebab rahmat-Nya kepada makhluk berlimpah dan berlipat ganda dari apa yang dimakan oleh orang-orang yang membutuhkannya. Dan sungguh Allah adalah sebaik-baik Pemberi rizki. 
Beberapa bentuk rahmat Allah yang bisa disebut di sini dapat dibaca dan dipahami dalam wujud yang luar biasa di sekitar kita, yaitu:
§  Adanya Alqur’anul karim itu diturunkan bukanlah karena Nabi Muhammad saw mengharap agar diturunkan, melainkan karena rahmat daripada Allah. (lihat QS. Alqashash: 86)
§  Dan yang termasuk rahmat Allah kepada semua hamba-Nya adalah diutusnya para rasul, diturunkannya kitab-kitab, dan syari’at, yang maksudnya adalah, agar kehidupan mereka lurus di atas jalan bimbingan dan petunjuk, jauh dari kesengsaraan, kesulitan dan kesempitan. Dan Allah menegaskan: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107)
§  Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan menurunkan hujan dan menimbulkan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang buahnya melimpah ruah. (perhatikan QS. Almaidah: 66)
§  Lepas dari suatu bahaya merupakan bukti adanya sentuhan rahmat Allah. (baca QS. Arrum: 33)
§  Dirasakan sebagai rahmat Allah dengan tumbuhnya biji-biji yang telah disemaikan dan menghijaunya tanaman-tanaman serta berbuahnya tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.  (renungkan QS. Arrum: 46)
§  Pun yang sering dicari oleh manusia adalah keselamatan. Ini adalah rahmat yang besar dari Allah. (QS. Yasin: 44)
§  Dan rahmat Allah Ta’ala adalah yang memasukkan hamba-hamba-Nya yang beriman ke dalam surga pada hari akhirat kelak, dan sama sekali bukan karena amalnya seseorang dapat masuk surga. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Amal seseorang tidak akan memasukkannya ke surga. Para sahabat bertanya, “Tidak pula engkau wahai Rasulullah?”. Beliau bersabda: “Tidak, tidak pula aku, melainkan Allah memasukkan aku (ke dalam surga) dengan anugerah dan rahmat-Nya. Maka berkatalah yang benar, dan mendekatlah (kepada-Nya). Dan jangan sampai salah seorang di antara kamu berangan-angan untuk mati. Adapun jika ia berbuat baik maka semoga saja bertambah kebaikannya. Dan jika buruk, maka hendaklah segera bertaubat. (HR. Albukhari dan Muslim)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jarir bin Abdullah ra dari Nabi saw, beliau bersabda: “Siapa yang tidak mau menyayangi (lainnya) pasti ia tidak akan disayangi”. (HR. Albukhari dan Muslim). Hadits ini merupakan ancaman yang serius bagi siapa saja yang menyepelekan dan melalaikan tindakan dan perbuatannya dari perasaan kasih terhadap makhluk siapapun, agama, keluarga, anak-anak, kerabat, sahabat, dan tetangga. Maka barangsiapa yang menginginkan rahmat Allah hendaknya ia mengasihi siapapun di antara makhluk-Nya, menghindari sikap keras lagi kasar. Sebagaimana Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw pada surat Ali Imron ayat 159.
Seorang Mukmin hendaknya berusaha memegang komitmen antara berharap pada rahmat Allah dan takut pada siksa-Nya. Karena sungguh Allah telah berfirman:
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49-50)
Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 156)

Datangnya Rahmat

Sungguh Allah Maha Adil, dan arogansi manusia terhadap lainnya tidak dapat terjadi kecuali dengan izin-Nya. Jika ada orang yang sok kuasa atau merasa punya kemampuan untuk menahan apa yang menjadi hak orang lain, itu hanyalah bukti sebuah kesombongan. Namun tetap saja apa yang Allah tetapkan bagi hamba-Nya tidak akan berubah oleh segala bentuk kesombongan dari makhluk.
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir, 35: 2)
Tidak perlu ada ketakutan untuk tidak mendapat rahmat Allah. Rahmat-Nya mengalir ke setiap makhluk-Nya. Setiap yang mau dan mampu berbuat baik ada jaminan dari Allah Ta’ala, berupa rahmat yang luar biasa. Firman-Nya:
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.  (QS. Al-A’raf: 56) Dan menggapai rahmat Allah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya kita menjadi orang baik dan kesungguhan kita untuk mewujudkan rahmat itu sendiri dalam kehidupan. Datangnya rahmat Allah di antaranya mesti dengan perilaku kita yang positif: beriman dengan penuh semangat, sabar, bersikap lemah lembut, berpegang teguh pada Agama Allah, mengisi hidup dengan berbagai macam kebaikan dan mengkaji Alqur’an dengan upaya mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semakin kita mampu mengasihi orang lain, tentu yang di langit akan mengasihi kita.
Dan mestinya kita selalu berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.” 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...