Sabtu, 14 April 2018

Membangun Sikap Tawakkal


Belajar Pola Hidup Tawakkal
Dari Umar bin Khaththab ra ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberimu rizki sebagaimana Dia memberi kepada burung, yang berangkat mencari makan pada waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Attirmidzi)
T
P
erlu kiranya kita bertanya tentang sesuatu yang terjadi dalam keseharian, “Mengapa kita tidak boleh menyerah pada keadaan?”. Pertanyaan ini akan mengantarkan kita pada sikap optimis bahwa sungguh tidak ada jalan yang mudah dalam meraih suatu keinginan atau menggapai cita-cita. Untuk itulah semangat, yang dibarengi rasa penuh harap, menemukan alternatif dan strategi baru terus diupayakan dengan melihat dinamika dan perkembangan zaman yang begitu cepat.
Di tengah-tengah bahtera kehidupan yang terus bergelombang dan tidak pernah surut dari berbagai problematikanya, kita perlu memiliki sebuah pegangan –sebuah pedoman dan ‘navigasi’ yang mengantarkan kita pada pulau tujuan kita. 
Dan, alhamdulillah adalah ungkapan yang paling indah dalam kehidupan kita. Setiap keindahan dan pesona yang dapat dipandang adalah kenikmatan. Dan kenikmatan itu adalah suatu bukti bahwa kita mesti selalu bersyukur kepada Allah Ta’ala.
Dalam setiap sisi kehidupan yang dijalani oleh setiap insan Muslim, perlu adanya sebuah komitmen dan prinsip dalam hidup. Apapun lapangan usaha yang ditekuni, bidang keilmuan yang dikaji, maupun aspek kehidupan yang dijalani, hendaknya menjadikan setiap insan Muslim tetap berusaha dan berupaya. Kekuatan-kekuatan yang terpendam dalam setiap diri insan Muslim ditengarai sebagai potensi besar yang dimiliki dan harus digali. Tanpa upaya serius dalam menggali setiap potensi yang ada, maka menjadi sulit untuk memaksimalkan kemampuan diri. Memaksimalkan kemampuan diri mengarah pada upaya memaksimalkan ikhtiar kita, dan inilah yang Allah sebutkan dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11, yaitu “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Makna Tawakkal

Tawakkal adalah sikap berserah diri kepada Allah Ta’ala setelah melakukan usaha secara maksimal. Maknanya, dalam hidup seorang Muslim tidak ada suatu tindakan atau perbuatan yang tidak memiliki dasar yang jelas. Semua hal dilakukan karena adanya unsur perintah dan meninggalkan segala hal karena memang jelas adanya unsur larangan. 
Memaknai tawakkal berarti kita sebagai Muslim perlu memahami bahwa terdapat ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dan Allah sebagai sang Pencipta. Ikatan yang berimplikasi pada adanya hubungan ini mestinya dijalin dengan baik oleh manusia. Sehingga pada klimaks usaha yang dilakukan tetap saja kembali ke muara segala sesuatu, yaitu Allah. Pasrah secara total (baca: ‘pasrah bongkokan’) kepada-Nya.
Allah menyebut tawakkal sebanyak 41 kali dalam Alqur’an di berbagai surat dan ayat, yaitu: 3: 122, 3: 159, 3: 160, 3: 173, 4: 81, 5: 11, 5: 23, 7: 89, 8: 2, 8: 49, 8: 61, 9: 51, 9: 59, 9: 129, 10: 71, 10: 84, 10: 85, 11: 56, 11: 88, 11: 123, 12: 67, 13: 30, 14: 11, 14: 12, 16: 42, 16: 99, 25: 58, 26: 217, 27: 79, 29: 59, 33: 3, 33: 48, 39: 38, 42: 10, 42: 36, 58: 10, 60: 4, 64: 13, 65: 3, 67: 29, 73: 9. Sedemikian banyaknya Allah memberikan arahan dan tuntunan dalam berperilaku sebagai seorang Muslim yang sungguh-sungguh berpegang pada tawakkal dalam setiap usaha dan upayanya.
Jika masih terdapat setitik keraguan atau was-was akan keseriusan Allah dalam melindungi dan memelihara hamba-hamba-Nya, segera bukalah ayat-ayat tersebut di atas. Dengan menyelami makna dan hikmah dari ayat-ayat tersebut insya Allah semua keraguan yang dirasakan akan hilang dan yang tinggal adalah keyakinan bahwa janji Allah adalah benar adanya. Dan ayat-ayat di atas patut menjadi referensi bagi mereka yang gigih memperjuangkan cita-citanya dengan tidak melupakan tawakkal sebagai bagian penting yang tak terpisahkan darinya.

Mewujudkan Tawakkal

Allah Ta’ala berfirman: Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah, 5: 23)
Bagaimana kita mewujudkan tawakkal dalam hidup? Sebuah pertanyaan yang perlu dan segera untuk dicarikan jawaban.
Kita bersikap menerima dengan ikhlas atas segala yang diberikan Allah Ta’ala dari usaha yang dilakukan. Ini adalah kenyataan yang berat dalam hidup kita. Sebab yang sering terjadi pada kita adalah selalu menanggapi hal-hal yang tidak mengenakkan dalam hidup kita, dan kita mengeluh. Kita betul-betul merasa berat ketika mendapat ujian dan cobaan yang –menurut kita– tidak mengenakkan, karena cenderung merepotkan atau menyusahkan kita.
Sikap tawakkal menjadi penting dalam kehidupan sehari-hari, karena akan membuahkan perilaku terpuji. Jika seseorang mendapatkan keberhasilan senantiasa bersyukur dan tidak sombong. Itu karena menyadari segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Allah Ta’ala yang terbaik bagi dirinya. Begitu pula sebaliknya, jika mengalami kegagalan senantiasa bersabar dan ikhlas. Ia tidak putus asa dan tidak menyalahkan orang lain. Ia tidak larut dalam kesedihan serta berusaha, meningkatkan usahanya dan memperbaiki apa yang dipandang sebagai kekurangan dan kelemahan, agar dapat meraih keberhasilan.
Kita perlu menyadari bahwa manusia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan apa yang dikehendakinya. Yang diperbolehkan hanyalah rencana-rencana manusiawi. Meski demikian, sesegera mungkin kembali menyadari, bahwa segala yang terjadi merupakan kewenangan Allah Ta’ala. Alqur’an menyebutkan dengan tegas dan jelas:
Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab: 38)
Kita adalah manusia, kewajiban kita adalah berusaha. Masalah keputusan –berhasil atau gagal– tetap di tangan Allah Ta’ala. Dia Yang Maha Kuasa akan memutuskan sebatas yang dikehendaki sesuai dengan usaha yang dilakukan manusia.
Tawakkal adalah sikap terbaik untuk menerima apapun yang dikehendaki Allah Ta’ala karena yang diberikan kepada kita senantiasa memiliki kebaikan, meskipun sering tidak kita sadari. Bersyukurlah jika berhasil, dan sabar serta tawakkallah jika mengalami kegagalan.
Sebagai contoh tawakkal, pada masa Rasulullah saw terdapat seorang pemuda yang masuk masjid tanpa menambatkan untanya terlebih dahulu. Melihat hal itu, beliau segera menyuruh si pemuda untuk menambatkan untanya. Beliau saw khawatir jika untanya lari. “Tambatkanlah untamu, baru kemudian bertawakkal kepada Allah”, perintah beliau. Kemudian si pemuda itu pun segera menambatkan untanya.
Mengambil ibroh dan hikmah dari cerita di atas, bahwa kita wajib menyempurnakan usaha, baru bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Dan tawakkal yang telah kita pahami bersama membutuhkan perjuangan dan kesungguhan untuk mewujudkannya. Tawakkal perlu dipupuk, diutamakan dan diperjuangkan. Karena sedemikian pentingnya tawakkal dalam hidup, hingga kita perlu mengetahui bagaimana cara bertawakkal, yaitu: pertama, merasa cukup terhadap apa yang didapat dan dimiliki, dengan tetap meningkatkan usaha agar lebih baik;  kedua, membiasakan bersyukur kepada Allah atas pemberian-Nya; ketiga, mengawali pekerjaan dengan niat ibadah; keempat, menyadari bahwa manusia memiliki banyak kekurangan; kelima, menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan Allah setelah melakukan ikhtiar/usaha.

§  Fungsi Tawakkal

Adanya perasaan beraneka ragam, seperti kecewa, marah, stres atau merasa batinnya tertekan, dan putus asa, rata-rata disebabkan oleh ketidakmampuan menghadapi kenyataan hidup. Karena harapan yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang kita hadapi. Atau oleh karena mengalami kegagalan atau usaha yang dilakukan atau lain-lain.
Obat yang paling mujarab untuk mengatasi berbagai masalah tersebut adalah membiasakan diri bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Sebab fungsi tawakkal dalam kehidupan adalah sebagai berikut: a. dapat mengurangi tekanan batin/jiwa; b. terhindar dari kecewa dan stres berat; c. menjadi ringan dalam menjalani hidup sehari-hari.
Jika masih terdapat sebagian orang yang merasa gagal lalu putas asa, atau merasa sudah berusaha sekuat tenaga tapi tak ada hasil sama sekali, atau mencoba melakukan sesuatu (yang ia anggap sudah optimal) namun ternyata tidak membuahkan prestasi atau target sebagaimana yang diinginkan, orang ini hendaknya segera menyadari bahwa di sana terdapat peran yang jarang dirasakan keberadaannya. Dialah Allah. Peran-Nya kadang kurang dipahami oleh setiap orang yang berusaha, sehingga ketika berhasil, ia merasa bahwa hal itu adalah prestasi dan jerih payah yang diusahakannya.
Meski berbagai macam wujud kehidupan yang dialami setiap hamba, Allah tetap memberikan jaminan bagi mereka yang bertawakkal,
Sesungguhnya Aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (QS. Hud: 56).
Dengan menikmati hidup, merasakan apa yang berlaku pada kita, memahami anugerah dan ujian Allah Ta’ala di setiap perjalanan hidup kita, baik-buruknya pemberian, nikmat-sengsaranya kehidupan, berat-ringannya suatu ujian, kesemuanya tergantung kepada sikap kita dalam menghadapinya. Dan tawakkal adalah solusi tepat, di samping kesabaran yang harus kita pupuk sepanjang hari.
Dan tentunya, ayat berikut menjadi pegangan dalam sikap tawakkal, “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160).
Masihkah kita ragu untuk bertawakkal kepada Allah, padahal janji-Nya menyatakan: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq: 3). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IDUL ADHA DI MASA PANDEMI

  الحمد لله القائل: ﴿ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ [الحج: 32]، وأشهد أن لا إله إلا الله وح...