Belajar Pola Hidup Tawakkal
Dari
Umar bin Khaththab ra ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: Jika kamu
bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan
memberimu rizki sebagaimana Dia memberi kepada burung, yang berangkat mencari
makan pada waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan
kenyang.”
(HR.
Attirmidzi)
T
P
|
erlu
kiranya kita bertanya tentang sesuatu yang terjadi dalam keseharian, “Mengapa
kita tidak boleh menyerah pada keadaan?”. Pertanyaan ini akan mengantarkan kita
pada sikap optimis bahwa sungguh tidak ada jalan yang mudah dalam meraih suatu
keinginan atau menggapai cita-cita. Untuk itulah semangat, yang dibarengi rasa
penuh harap, menemukan alternatif dan strategi baru terus diupayakan dengan
melihat dinamika dan perkembangan zaman yang begitu cepat.
Di
tengah-tengah bahtera kehidupan yang terus bergelombang dan tidak pernah surut
dari berbagai problematikanya, kita perlu memiliki sebuah pegangan –sebuah
pedoman dan ‘navigasi’ yang mengantarkan kita pada pulau tujuan kita.
Dan,
alhamdulillah adalah ungkapan yang paling indah dalam kehidupan kita. Setiap
keindahan dan pesona yang dapat dipandang adalah kenikmatan. Dan kenikmatan itu
adalah suatu bukti bahwa kita mesti selalu bersyukur kepada Allah Ta’ala.
Dalam
setiap sisi kehidupan yang dijalani oleh setiap insan Muslim, perlu adanya
sebuah komitmen dan prinsip dalam hidup. Apapun lapangan usaha yang ditekuni,
bidang keilmuan yang dikaji, maupun aspek kehidupan yang dijalani, hendaknya
menjadikan setiap insan Muslim tetap berusaha dan berupaya. Kekuatan-kekuatan
yang terpendam dalam setiap diri insan Muslim ditengarai sebagai potensi besar
yang dimiliki dan harus digali. Tanpa upaya serius dalam menggali setiap
potensi yang ada, maka menjadi sulit untuk memaksimalkan kemampuan diri.
Memaksimalkan kemampuan diri mengarah pada upaya memaksimalkan ikhtiar kita,
dan inilah yang Allah sebutkan dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11, yaitu “Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.”
Makna
Tawakkal
Tawakkal
adalah sikap berserah diri kepada Allah Ta’ala setelah melakukan usaha secara
maksimal. Maknanya, dalam hidup seorang Muslim tidak ada suatu tindakan atau
perbuatan yang tidak memiliki dasar yang jelas. Semua hal dilakukan karena
adanya unsur perintah dan meninggalkan segala hal karena memang jelas adanya
unsur larangan.
Memaknai
tawakkal berarti kita sebagai Muslim perlu memahami bahwa terdapat ikatan yang
kuat antara manusia sebagai makhluk dan Allah sebagai sang Pencipta. Ikatan
yang berimplikasi pada adanya hubungan ini mestinya dijalin dengan baik oleh
manusia. Sehingga pada klimaks usaha yang dilakukan tetap saja kembali ke muara
segala sesuatu, yaitu Allah. Pasrah secara total (baca: ‘pasrah bongkokan’)
kepada-Nya.
Allah
menyebut tawakkal sebanyak 41 kali dalam Alqur’an di berbagai surat dan ayat,
yaitu: 3: 122, 3: 159, 3: 160, 3: 173, 4: 81, 5: 11, 5: 23, 7: 89, 8: 2, 8: 49, 8: 61, 9: 51, 9: 59, 9: 129, 10: 71, 10: 84, 10: 85, 11: 56, 11: 88, 11: 123, 12: 67, 13: 30, 14: 11, 14: 12, 16: 42, 16: 99, 25: 58, 26: 217, 27: 79, 29: 59, 33: 3, 33: 48, 39: 38, 42: 10, 42: 36, 58: 10, 60: 4, 64: 13, 65: 3, 67: 29, 73: 9.
Sedemikian banyaknya Allah memberikan arahan dan tuntunan dalam berperilaku
sebagai seorang Muslim yang sungguh-sungguh berpegang pada tawakkal dalam
setiap usaha dan upayanya.
Jika masih
terdapat setitik keraguan atau was-was akan keseriusan Allah dalam melindungi
dan memelihara hamba-hamba-Nya, segera bukalah ayat-ayat tersebut di atas.
Dengan menyelami makna dan hikmah dari ayat-ayat tersebut insya Allah semua
keraguan yang dirasakan akan hilang dan yang tinggal adalah keyakinan bahwa
janji Allah adalah benar adanya. Dan ayat-ayat di atas patut menjadi referensi
bagi mereka yang gigih memperjuangkan cita-citanya dengan tidak melupakan
tawakkal sebagai bagian penting yang tak terpisahkan darinya.
Mewujudkan
Tawakkal
Allah
Ta’ala berfirman: “Dan
hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (QS. Al-Maidah, 5: 23)
Bagaimana
kita mewujudkan tawakkal dalam hidup? Sebuah pertanyaan yang perlu dan segera
untuk dicarikan jawaban.
Kita
bersikap menerima dengan ikhlas atas segala yang diberikan Allah Ta’ala dari
usaha yang dilakukan. Ini adalah kenyataan yang berat dalam hidup kita. Sebab
yang sering terjadi pada kita adalah selalu menanggapi hal-hal yang tidak
mengenakkan dalam hidup kita, dan kita mengeluh. Kita betul-betul merasa berat
ketika mendapat ujian dan cobaan yang –menurut kita– tidak mengenakkan, karena
cenderung merepotkan atau menyusahkan kita.
Sikap
tawakkal menjadi penting dalam kehidupan sehari-hari, karena akan membuahkan
perilaku terpuji. Jika seseorang mendapatkan keberhasilan senantiasa bersyukur
dan tidak sombong. Itu karena menyadari segala sesuatu yang terjadi merupakan
kehendak Allah Ta’ala yang terbaik bagi dirinya. Begitu pula sebaliknya, jika
mengalami kegagalan senantiasa bersabar dan ikhlas. Ia tidak putus asa dan
tidak menyalahkan orang lain. Ia tidak larut dalam kesedihan serta berusaha,
meningkatkan usahanya dan memperbaiki apa yang dipandang sebagai kekurangan dan
kelemahan, agar dapat meraih keberhasilan.
Kita
perlu menyadari bahwa manusia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan apa
yang dikehendakinya. Yang diperbolehkan hanyalah rencana-rencana manusiawi.
Meski demikian, sesegera mungkin kembali menyadari, bahwa segala yang terjadi
merupakan kewenangan Allah Ta’ala. Alqur’an menyebutkan dengan tegas dan jelas:
“Dan adalah ketetapan
Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab: 38)
Kita
adalah manusia, kewajiban kita adalah berusaha. Masalah keputusan –berhasil
atau gagal– tetap di tangan Allah Ta’ala. Dia Yang Maha Kuasa akan memutuskan
sebatas yang dikehendaki sesuai dengan usaha yang dilakukan manusia.
Tawakkal
adalah sikap terbaik untuk menerima apapun yang dikehendaki Allah Ta’ala karena
yang diberikan kepada kita senantiasa memiliki kebaikan, meskipun sering tidak
kita sadari. Bersyukurlah jika berhasil, dan sabar serta tawakkallah jika
mengalami kegagalan.
Sebagai
contoh tawakkal, pada masa Rasulullah saw terdapat seorang pemuda yang masuk
masjid tanpa menambatkan untanya terlebih dahulu. Melihat hal itu, beliau
segera menyuruh si pemuda untuk menambatkan untanya. Beliau saw khawatir jika
untanya lari. “Tambatkanlah untamu, baru kemudian bertawakkal kepada Allah”,
perintah beliau. Kemudian si pemuda itu pun segera menambatkan untanya.
Mengambil
ibroh dan hikmah dari cerita di atas, bahwa kita wajib menyempurnakan
usaha, baru bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Dan tawakkal yang telah kita
pahami bersama membutuhkan perjuangan dan kesungguhan untuk mewujudkannya.
Tawakkal perlu dipupuk, diutamakan dan diperjuangkan. Karena sedemikian
pentingnya tawakkal dalam hidup, hingga kita perlu mengetahui bagaimana cara
bertawakkal, yaitu: pertama, merasa cukup terhadap apa yang didapat dan
dimiliki, dengan tetap meningkatkan usaha agar lebih baik; kedua, membiasakan bersyukur kepada
Allah atas pemberian-Nya; ketiga, mengawali pekerjaan dengan niat
ibadah; keempat, menyadari bahwa manusia memiliki banyak kekurangan; kelima,
menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan Allah setelah melakukan ikhtiar/usaha.
§
Fungsi
Tawakkal
Adanya
perasaan beraneka ragam, seperti kecewa, marah, stres atau merasa batinnya
tertekan, dan putus asa, rata-rata disebabkan oleh ketidakmampuan menghadapi
kenyataan hidup. Karena harapan yang kita inginkan tidak sesuai dengan
kenyataan yang kita hadapi. Atau oleh karena mengalami kegagalan atau usaha
yang dilakukan atau lain-lain.
Obat
yang paling mujarab untuk mengatasi berbagai masalah tersebut adalah
membiasakan diri bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Sebab fungsi tawakkal dalam
kehidupan adalah sebagai berikut: a. dapat mengurangi tekanan batin/jiwa; b.
terhindar dari kecewa dan stres berat; c. menjadi ringan dalam menjalani hidup
sehari-hari.
Jika
masih terdapat sebagian orang yang merasa gagal lalu putas asa, atau merasa
sudah berusaha sekuat tenaga tapi tak ada hasil sama sekali, atau mencoba
melakukan sesuatu (yang ia anggap sudah optimal) namun ternyata tidak
membuahkan prestasi atau target sebagaimana yang diinginkan, orang ini
hendaknya segera menyadari bahwa di sana terdapat peran yang jarang dirasakan
keberadaannya. Dialah Allah. Peran-Nya kadang kurang dipahami oleh setiap orang
yang berusaha, sehingga ketika berhasil, ia merasa bahwa hal itu adalah
prestasi dan jerih payah yang diusahakannya.
Meski
berbagai macam wujud kehidupan yang dialami setiap hamba, Allah tetap
memberikan jaminan bagi mereka yang bertawakkal,
“Sesungguhnya Aku
bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang
melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di
atas jalan yang lurus.” (QS. Hud: 56).
Dengan
menikmati hidup, merasakan apa yang berlaku pada kita, memahami anugerah dan
ujian Allah Ta’ala di setiap perjalanan hidup kita, baik-buruknya pemberian,
nikmat-sengsaranya kehidupan, berat-ringannya suatu ujian, kesemuanya
tergantung kepada sikap kita dalam menghadapinya. Dan tawakkal adalah solusi
tepat, di samping kesabaran yang harus kita pupuk sepanjang hari.
Dan
tentunya, ayat berikut menjadi pegangan dalam sikap tawakkal, “Jika Allah
menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat
menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang Mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160).
Masihkah
kita ragu untuk bertawakkal kepada Allah, padahal janji-Nya menyatakan: “Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq: 3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar